Kamis, 15 Desember 2011

Kenapa kau pergi?...

Cinta adalah hembusan nafasku
Merasakanya begitu indah
Membelainya terasa dekat
Menjahuinya sungguh merindukan
Cinta memang penuh makna
Tiada cinta aku rapuh
Dialah rusuk kepercayaan
Harapan setiap langkah
Aku hanya ingin dia
Tapi kenapa dia pergi?
Apa aku yang keras kepala?
Aku cinta kamu

Untukmu cinta,
Menaruh harap dan keyakinan
Mengisi butiran hati aku berkorban
Hatiku perih, lelah …
Kau yang sudah mengerti aku
Pergi tanpa peduli
Lara hatiku berbekas,tiada makna
Kau berani menyangkal cinta
Hatimu ada dimana?
Puaskah kau lakukan ini,…


Dan kini aku semakin meredup?
Seperti burung yang tak bisa berkicau,
Itulah yang aku rasakan…Biarkan kau untuk jauh.
Batinku tersiksa,mati…
Ku ucap Selamat jalan cinta
Untuk kau dapatkan hidupmu bahagia
***

Rabu, 23 November 2011

KONSEP EXCHANGE RATE



1. Neraca Perdagangan dan Neraca Modal
1.1. Neraca Perdagangan
            Neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca perdagangan biasa disebut dengan ekspor netto.
Neraca perdagangan yang positif berarti negara tersebut mengalami ekspor yang nilai moneternya melebihi impor, dan biasa disebut surplus perdagangan. Sementara itu jika neraca perdagangan menunjukkan kondisi negatif artinya nilai moneter impor melebihi ekspor, dan disebut sebagai defisit perdagangan. Bagi setiap negara tentunya kondisi surplus lebih diharapkan. Karena dengan terjadinya surplus perdagangan berarti jumlah ekspor yang dilakukan oleh sebuah negera lebih banyak dibandingkan impor. Kondisi ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut. Kondisi ini telah mengakibatkan ketegangan perdagangan antar negara yang mengalami defisit dengan negara yang mengalami surplus.
Identitas pos pendapatan nasional menunjukkan bahwa investasi asing bersih selalu sama dengan neraca perdagangan. Yaitu:
Investasi Asing Bersih = Neraca Perdagangan
            S – I                =          NX
Jika S – I dan NX adalah positif, memiliki surplus perdagangan (trade Surplus). Dalam hal ini negara menjadi donor bersih di pasar keuangan dunia, dan mengekspor lebih banyak barang dan jasa ketimbang mengimpornya. Jika S – I dan NX adalah negatif, memiliki defisit perdagangan (trade defisit). Dalam hal ini negara sebagai pengutang bersih di pasar keuangan dunia, dan lebih banyak mengimpor barang dan jasa ketimbang mengekspornya. Jika S – I dan NX adalah nol, negara dikatakan memiliki neraca berimbang (balance trade) karena nilai impor sama dengan nilai ekspornya.
            Hubungan antara Kurs riil dan neraca perdagangan (ekspor bersih) sebagai berikut:            NX = NX (€)
Persamaan ini menyatakan bahwa neraca perdagangan adalah fungsi dari kurs rill. Karena semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap barang-barang luar negeri, dan semakin besar ekspor bersih kita.
            Neraca perdagangan (ekspor bersih) harus sama dengan investasi asing bersih, yang sebaliknya sama dengan tabungan dikurangi investasi. Tabungan ditetapkan oleh fungsi konsumsi dan kebijakan fiskal, investasi ditetapkan oleh fungsi investasi dan tingkat bunga dunia.[1]
1.1.1 Kebijakan Mempengaruhi Neraca Perdagangan
            Kebijakan Fiskal da Dalam Negeri pada perekonomian terbuka, jika pemerintah memperluas pengeluaran domestik dengan meningkatkan pembelian pemerintah. Kenaikan dalam G (pembelian pemerintah) atau penurunan dalam pajak mengurangi tabungan nasional dan menggeser kurva tabungan dari S1 ke S2. Dengan tingkat bunga riil dunia yang tidak berubah, investasi tetap sama. Karena itu tabungan berada di bawah investasi, dan sebagian investasi harus di danai dengan meminjam dari luar negeri. Yang berakibat defisit perdagangan.
            Kebijakan Fiskal Luar Negeri jika negara lain adalah bagian kecil dari perekonomian dunia, maka perubahan fiskalnya tidak terlalu berpengaruh terhadap negara lainnya. Tetapi jika negara itu bagian dari perekonomian dunia, kenaikan dalam pembelian pemerintahnya mengurangi tabungan dunia dan menyebabkan tingkat bunga dunia naik. Ekspansi fiskal luar negri cukup mampu mempengaruhi tabungan dunia dan investasi dunia meningkatkan tingkat bunga dunia dari r1 menjadi r2. tingkat bunga dunia yang lebih tinggi mengurangi investasi dalam perekonomian terbuka, menyebabkan terjadinya surplus perdagangan.
            Pergeseran Dalam Permintaan Investasi pergeseran ke luar dalam investasi dari I(r)1 ke I(r)2 meningkatkan jumlah investasi pada tingkat bunga dunia akibatnya, investasi sekarang melebihi tabungan, yang berarti perekonomian meminjam dari luar negri dan mengalami defisit perdagangan.
1.2 Neraca Modal (Capital Account)
            Neraca Modal (Capital Account) merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara, Yang meliputi:
a. Arus modal keluar tercatat sebagai debit karena suatu Negara membeli asset berharga dari pihak asing (luar negeri).
b. Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena suatu negara 
d. Transaksi-transaksi neraca modal diklasifikasi sebagai investasi portfolio, langsung atau jangka pendek.
Neraca modal menghitung selisih antara penjualan aset kita ke pihak luar negeri, serta pembelian yang kita lakukan atas aset-aset yang berada di luar negeri. Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing, dengan demikian arus modal neto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh demand valas untuk membeli barang-barang dan jasa dan demand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas.
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.
Neraca lalu lintas modal atau Capital account mencatat dua golongan transaksi: (1) aliran modal pemerintah, dan (2) aliran modal swasta:
a. Aliran modal pemerintah. Ini biasanya berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan kepada pemerintah atau badan-badan pemerintah. Misalnya pinjaman untuk membangun irigasi termasuk dalam golongan transaksi ini.
b. Aliran modal swasta Ia dibedakan dalam tiga jenis, yaitu investasi langsung, investasi portfolio dan amortasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan perusahaan-perusahaan. Investasi portfolio adalah investasi dalam bentuk membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk negara-negara lain.
transaksi modal atau capital account mencatat transaksi internasional yang berkaitan dengan aliran asset keuangan, seperti peminjaman, pemberian pinjaman, dan investasi. Sebagai contoh, investor Amerika membeli asetluar negeri agar mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan juga untuk mendiversifikasikan portofolio mereka. Bila ekonomi berbicara tentang kapital atau modal, yang dimaksud biasanya adalah sumber daya fisik dan manusiawi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Tetapi kadangkala istilah kapital atau modal digunakan sebagai istilah lain dari uang, yaitu uang yang digunakan untuk mendapatkan aset keuangan seperti saham, obligasi, saldo bank, dan uang yang digunakan untuk melakukan investasi langsung dalam pabrik dan peralatan luar negeri.
Transaksi-transaksi dalam modal yang muncul sebagai neraca modal terpisah, yaitu:
a        Arus keluar modal (capital outflows) adalah transaksi untuk membiayai aktivitas permodalan inter-nasional seperti penanaman modal di luar negeri, dan diperlakukan sebagai debet,
b        Arus masuk modal (capital inflows) adalah transaksi dengan menjual asset  berharga kepada pihak asing untuk memperoleh uang tunai. dan diperlakukan sebagai kredit.
Defisit pada negara berjalan bisa diseimbangkan atau ditutupi dengan surplus pada neraca modal dan demikian sebaliknya. Karena nilai tukar valuta asing adalah harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lain, total kredit (suplei valuta asing) dan debet (permintaan valuta asing) hampir sama jika nilai tukar dibiarkan berfluktuasi bebas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan valuta asing. Akan tetapi, jika nilai tukar tidak bebas bergerak, maka defisit atau surplus akan meningkat. Defisit bisa dibiayai dengan pinjaman pemerintah dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti International Monetary Fund, atau dengan menarik sebagian cadangan emas dan devisanya. Surplus bisa dimanfaatkan dengan memperbesar cadangan atau dipinjamkan ke luar negeri. Kenyataan bahwa nilai tukar yang fleksibel menjamin keseimbangan dalam pasar valuta asing tidak berarti bahwa sebuah negara kebal terhadap kesulitan-kesulitan pembayaran. Sebuah negara mungkin mengalami penurunan dalam pendapatan nil dan tenaga kerja karena ketidakmampuan ekspor untuk membiayai impor pada neraca modal. Defisit yang dibiayai dengan capital-in-flows semacam ini tidak akan menambah lapangan kerja, dan depresiasi mata uang tidak mesti pula menjamin bahwa defisit neraca berjalan akan terpulihkan. Sebuah negara tidak pula bisa acuh tak acuh terhadap nilai internasional dari mata uangnya. Nilai tukar yang berfluktuasi terlalu lebar akan mempengaruhi perdagangan intemasionalnya.
2. Konsep Nilai Tukar (Exchange Rate)
2.1. Definisi Nilai tukar (Exchange Rate)
Definisi nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) antara lain dikemukakan oleh Abimanyu[2] adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain. Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.
Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani (1992:664) memberikan defenisi mengenai nilai tukar sebagai berikut:
An exchange rate is defined as the amount of one currency that can be exchanged per unit of another currency, or the price of one currency in terms of another currency”
Dapat disimpulkan dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara lain.
Nilai tukar diperlukan untuk:
a         saling pertukaran mata uang untuk perdagangan barang, jasa, pergerakan modal dan kredit. Pertukaran Eksportir hasil di bursa mata uang asing untuk satu nasional dengan mata uang negara lain tidak dapat diperlakukan sebagai alat pembelian dan pembayaran di wilayah negara. Pertukaran Importir mata uang asing untuk membayar barang yang dibeli di luar negeri. Debitur membeli mata uang asing untuk membayar utang nasional dan pembayaran bunga pinjaman eksternal.
b        membandingkan harga dunia dan pasar nasional maupun parameter biaya dari berbagai negara, dinyatakan dalam mata uang nasional atau asing.
c         periodik penilaian ulang dari rekening perusahaan dan bank dalam mata uang asing.
2.2 Cara Menyatakan Nilai Tukar
Ada dua cara untuk menyatakan nilai tukar, yaitu:
a. Model Eropa (Indirect quote)
Model tersebut adalah cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta asing antar bank seluruh dunia. Nilai tukarnya ditetapkan dengan menghitung berapa unit uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam negeri.
b. Model Amerika (direct quote)
Model tersebut didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata uang domestik, atau berapa besar nilai rupiah yang digunakan untuk membeli satu mata uang asing. Metode tersebut dipakai di Indonesia.
2.3 Bentuk Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijakan moneter suatu negara. terdapat 6 sistem nilai tukar berdasarkan pada besarnya intervensi dan candangan devisa yang dimiliki bank sentral suatu negara yang dipakai oleh banyak negara di dunia antara lain:
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu mata uang yang dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata uang asing. Dan bila tingkat nilai tukar tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah melakukan intervensi untuk mengembalikannya. Sistem ini mulai diterapkan pada pasca perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944, dan pada saat itu negara-negara industri penting menganut sistem nilai tukar tetap terhadap satu sama lain.
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar. Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.
Dalam sistem ini bank-bank sentral asing selalu siap memenuhi lonjakan kebutuhan akan mata uang asing yang diperlukan yang terjadi karena defisit atau surplus neraca pembayaran dari harga yang tetap konstan dilihat dari mata uang sendiri. Bank sentral harus membiayai kelebihan permintaan akan, atau surplus dari, mata uang nasional (yakni, defisit atau surplus neraca pembayaran) pada tingkat nilai tukar tetap dengan cara menguras atau menambah cadangan mata uang asing yang dipegangnya.
b. Sistem Nilai Mengambang Bebas (free floating exchange rate)
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan permintaan dan penawaran valuta tersebut di pasar uang.
Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed. Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem ini berlaku di Indonesia saat ini. Dalam sistem nilai tukar mengambang, bank sentral membiarkan nilai tukar untuk menyesuaikan diri dalam rangka menyeimbangkan penawaran dan permintaan akan mata uang asing.
Mengambang: Murni dan Terkendali
Dalam sistem mengambang murni, bank sentral sama sekali menjauhkan diri dan membiarkan nilai tukar ditentukan secara bebas dalam pasar valuta asing. Di bawah sistem nilai tukar ini bank-bank sentral tidak melakukan intervensi atau campur tangan kedalam pasar valuta asing sedangkan transaksi cadangan resmi adalah nol. Berarti, sistem nilai tukar mengambang murni, neraca pembayaran adalah nol: nilai tukar menyesuaikan diri sehingga membuat transaksi berjalan dan transaksi modal menjai nol.
Sejak tahun 1973, sistem nilai tukar mengambang yang berlaku belum dapat disebut sebagai sistem mengambang murni, sebaliknya sistem tersebut masih merupakan sistem mengambang yang terkendali, dimana bank sentral masih melakukan intervensi dengan cara membeli mata uang asing dalam usahanya mempengaruhi nilai tukar yang akhirnya menyebabkan terjadi sistem mengambang yang tidak murni.
c. Sistem Wider Band
Pada sistem tersebut nilai tukar dibiarkan mengambang atau berfluktuasi diantara dua titik, tertinggi dan terendah. Apabila keadaan perekonomian mengakibatkan nilai tukar bergerak melampaui batas tertinggi dan terendah tersebut, maka otoritas moneter akan melaksanakan intervensi dengan cara membeli atau menjual rupiah sehingga nilai tukar rupiah berada diantara kedua titik yang telah ditentukan.
d. Sistem Mengambang Terkendali (Managed Float)
Dalam sistem ini, otoritas moneter tidak menentukan untuk mempertahankan satu nilai tukar tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu melaksanakan intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya cadangan devisa yang menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas moneter akan melakukan intervensi agar nilai mata uang menguat.
e. Sistem Crawling Peg
Otoritas moneter dalam sistem ini mengaitkan mata uang domestik dengan beberapa mata uang asing. Nilai tukar tersebut secara periodik dirubah secara berangsur-angsur dalam persentase yang kecil. Sistem ini dipakai di Indonesia pada periode 1988-1995.
f. Sistem Adjustable Peg
Dalam sistem ini, otoritas moneter selain berkomitmen untuk mempertahankan nilai tukar juga berhak untuk merubah nilai tukar apabila terjadi perubahan dalam kebijakan ekonomi.

2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah :
a. Laju inflasi relatif
Dalam pasar valuta asing, perdagangan internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami penurunan.
b. Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.
c. Suku bunga relatif
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri. Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam berbagai hal termasuk :
a. Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b. Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri.
c. Melakukan intervensi di pasar uang yaitu dengan menjual dan membeli mata uang. Alasan pemerintah untuk melakukan intervensi di pasar uang adalah :
1. Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang domestik yang bersangkutan.
2. Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam batas-batas yang ditentukan.
3. Tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara.
d. Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan tingkat pendapatan.
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai tukar Dollar dalam pasar.
Untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations (perkiraan pasar atas nilai mata uang yang akan datang).
2.5 Nilai Tukar Nominal dan Riil
            Nilai Tukar Nominal (nominal exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, Yaitu nilai atau angka tarif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu Negara dengan mata uang Negara lainnya.Nilai tukar selalu dapat dinyatakan dengan dua cara,atau secara timbal-balik.Jika nilai tukar dolar terhadap yen adalah 1$=80yen,itu berarti kurs yen terhadap dolar adalah 1yen=1/80 dolar Amerika Serikat.
            Jika nilai tukar berubah sehingga $1 dapat membeli lebih banyak mata uang asing,perubahan itu disebut apresiasi(appreciation) dolar.Sedangkan jilai nilai tukar berubah sedemikian rupa sehingga $1 hanya bisa membeli lebih sedikit mata uang asing,perubahan itu disebut depresiasi(depreciation)dolar.Kadang-kadang anda mendegar media masa melaporkan bahwa dolar sedang “menguat’’atau’’melemah’’.Pernyataan itu biasanya mengacu pada perubahan-perubahan terbaru pada nilai tukar nominal.jika suatu mata uang mengalami apresiasi,dikatakan bahwa mata uang itu menguat karena dapat membeli lebih banya uang asing.Demikian pula ketika suatu mata uang mengalami depresiasi,dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah.

            Nilai Tukar Riil (real exchange rate) adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Yaitu, kurs riil menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu negara untuk barang-barang dari negara lain.
Nilai tukar riil yaitu dimana tingkatan seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari suatu Negara dengan barang dan jasa dari orang lain.Nilai tukar riil dan nominal terkait sangat erat.Kita dapat menyimpulkan perhitungan nilai tukar riil dengan formula berikut ini:
Nilai tukar riil=
Nilai tukar riil itu tergantung pada nilai tukar nominal dan harga-harga barang di kedua Negara yang di ukur berdasarkan nilai tukar local.
            Nilai tukar riil ini sangat penting karena penentu dari berapa banya suatu Negara mengekspor dan mengimpor.Jika anda memutuskan tempat anda akan berlibur dengan membadingkan harga,maka pada akhirnya anda mendasarkan keputusan pada nilai tukar riil.
Ketika mempelajari suatu perekonomian sebagai suatu kesatuan,pakar-pakar makroekonomi lebih memusatkan perhatian pada harga-harga keseluruhan daripada harga masing-masing barag-barang itu.untuk itu mengapa perlu mengukur nilai tukar riil dengan menggunakan indeks harga seperti halnya indeks harga konsumen.Dengan menggunakan suatu indeks harga untuk Amerika serikat(P),sebuuah indeks harga untuk harga-harga diluar negeri(P*),dan nilai tukar nominal antara dolar Amerika Serikat dengan mata uang asing(e),kita dapat menghitung nilai tukar riil keseluruhan antara Amerika Serikat denga Negara-negara lain sebagai berikut:
Nilai tukar riil=(e x P)/P*
Nilai tukar riil ini mengukur harga relative suatu perhimpunan atau sekeranjang barang dan jasa yang tersedia di dalam negeri terhadap sekeranjang barang dan jasa diluar negeri.
Nilai tukar riil mata uang suatu Negara dapat dikatakan sebagai penentu utama dari besar-kecilnya serta negative-positifnya ekspor neto barang dan jasa. Suatu depresiasi pada nilai tukar riil amerika serikat menyebabkan harga relatif barang-barang produk amerika serikat menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang-barang dari luar negeri. Perubahan tersebut akan menyebabkan para konsumen di dalam maupun di luar negeri akan membeli lebih banyak barang produk amerika serikat dan membeli lebih sedikit barang dari Negara-negara lain. Sebagai konsekuensinya ekspor amerika serikat akan meningkat, dan impornya menurun, dan kedua hal tersebut akan meningkatkan angka ekspor neto amerika serikat. Sebaliknya, apresiasi nilai tukar Amerika Serikat akan menyebabkan barang-barang amerika serikat menjadi lebih mahal sehingga menurunkan ekspor neto Amerika Serikat.

2.6 Konsep Keseimbangan Nilai Tukar
Berdasarkan pendekatan hukum permintaan dan penawaran, maka harga dari valuta asing (misal US Dollar) akan menjadi lebih mahal dari nilai nominalnya apabila permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan, atau jumlah permintaan tetap sementara penawaran berkurang. Sebaliknya, harga valuta asing akan menjadi lebih murah dari harga nominal atau harga berlakunya bila permintaan sedikit sementara penawaran banyak, atau permintaan semakin menurun meskipun jumlah penawaran tetap. Pada mekanisme pasar, nilai tukar terjadi pada saat tercapainya titik keseimbangan yaitu pada saat permintan sama dengan penawaran.
2.7 Perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia
Dalam sejarah perekonomian Indonesia sistem nilai tukar di Indonesia pada intinya dikelompokkan menjadi empat bagian. Penetapan sistem nilai tukar oleh Bank Indonesia didasarkan pada berbagai pertimbangan, khususnya yang berkaitan dengan kondisi ekonomi pada saat itu. sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
a. Sistem Nilai Tukar Bertingkat (Multiple Exchange Rate System)
Sistem ini dimulai sejak Oktober 1966 hingga Juli 1971. Penggunaan sistem ini dilakukan dalam rangka menghadapi berfluktuasinya nilai rupiah serta untuk mempertahankan dan meningkatkan daya saing yang hilang karena adanya inflasi dua digit selama periode tersebut.
b. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat yaitu tarif US$1 =Rp415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971-1978. Neraca pembayaran tersebut kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah (masa keemasan minyak).
c. Sistem Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Sistem ini belaku sejak November 1978 sampai Agustus 1997. Pada masa ini nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada periode ini telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978, Maret 1983, dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan nilai tukar riil yang lebih baik.
d. Sistem Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)
Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Dalam sistem ini Bank Indonesia melakukan intervensi di pasar valuta asing karena semata-mata untuk menjaga kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar. Awalnya, penerapan sistem nilai tukar mengambang ini menyebabkan terjadinya gejolak yang berlebihan (overshooting). Misalnya kurs pada tangga 14 Agustus melemah tajam menjadi Rp2.800 per dolar dari posisi Rp2.650 per dolar pada penutupan hari sebelumnya. Banyak faktor yang menyebabkan nilai tukar rupiah terus merosot, mulai dari aksi ambil untung (profit taking) oleh pelaku pasar, tingginya permintaan perusahaan domestik terhadap dolar untuk pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, memburuknya perkembangan perbankan nasional.
Dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut, pada bulan November 1997, International Monetary Fund (IMF) masuk ke Indonesia. Namun program pemulihan ekonomi yang dilakukan bersama-sama dengan IMF tidak dengan segera membuahkan hasil. Sampai akhir Desember 1997, nilai tukar rupiah ditutup pada kisaran Rp5.000 per dolar, tetapi pergerakan nilai tukar rupiah semakin tak terkendali hingga mencapai puncaknya pada 22 Januari 1998 dimana kurs mencapai Rp16.000 per dolar.

KESIMPULAN
Neraca perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca perdagangan biasa disebut dengan ekspor netto.
Neraca Modal (Capital Account) merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara.
Nilai tukar adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu mata uang terhadap nilai mata uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.
Bentuk Sistem Nilai Tukar meliputi : Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai Mengambang Bebas, Sistem Wider Band, Sistem Mengambang Terkendali, Sistem Crawling Peg, Sistem Adjustable Peg. 








[1]
[2] Abimayu, Yoopi, Memahami Kurs Valuta Asing, FE-UI, Jakarta, 2004.

Jumat, 11 November 2011

''Ijma''


BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat  kekuatan argumentasi dibawah dalil-dalil Nas (Al-Qur’an dan Hadits) ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’
Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma’ itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al Hadits, mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu sendiri (Al-Qur’an dan Hadits).
Ijma’ muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.
“Khalifah Umar Ibnu Khattab ra. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah disepakati.
Terkait dengan ijma’ ini masih banyak komonitas diantaranya, sebagian mahasiswa yang masih minim dalam memahami ijma’ itu sendiri maka dari itu kami penulis akan membahas tentang ijma’ dan dirumuskan dalam rumusan masalah dibawah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1.      Bagaimana definisi ijma’?
2.      Apa saja Syara-syarat ijma’?
3.      Bagaimana Kehujjaan ijma’?
4.      Apa macam-macam ijma’?
5.      Bagaimana pelaksanaan ijma’ dimasa sekarang?
1.4 Tujuan Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini penulis bertujuan agar kita para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara untuk lebih memahami landasan hukum islam seperti ijma’ yang telah disepakati oleh para mujtahit yang dijadikan sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadits.


BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Al-Ijma’
            Ijma’ secara bahasa memiliki dua makna, tekad, rencana dan kesepakatan.. Allah berfirman:
* ã@ø?$#ur öNÍköŽn=tã r't6tR ?yqçR øŒÎ) tA$s% ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ÉQöqs)»tƒ bÎ) tb%x. uŽã9x. /ä3øn=tæ ÍG$s)¨B ÎŽÏ.õs?ur ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# n?yèsù «!$# àMù=ž2uqs? (#þqãèÏHødr'sù öNä.{øBr& öNä.uä!%x.uŽà°ur ¢OèO Ÿw ô`ä3tƒ öNä.áøBr& ö/ä3øn=tæ Zp£Jäî ¢OèO (#þqàÒø%$# ¥n<Î) Ÿwur ÈbrãÏàZè? ÇÐÊÈ  
"dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu Dia berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, Maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.{Qs. Yunus (10): 71)}
            Atau bulatkanlah tekadmu. Makna kedua berarti kesepakatan. Apabila suatu kaum melakukan ijma’, maka mereka berarti telah mencapai kesepakatan.
            Ijma’ menurut syara’ ialah suatu kesepakatan bagi orang-orang yang susah payah dalam menggali hukum-hukum agama (mujtahid) di antara umat Muhammad SAW, sesudah beliau meninggal dalam suatu masa yang tidak ditentukan atau suatu urusan (masalah) di antara masalah-masalah yang diragukan  (yang belum ada ketetapannya dalam kitab dan sunnah).[1]
            Adapun arti Ijma’ menurut istilah ulama’ ushul adalah kesepakatan para mujtahidin dari kalangan umat nabi Muhammad, setelah baginda Rasulullah wafat pada suatu zaman tertentu terhadap sebuah permasalahan hukum syar’i.[2]
            Menurut Imam Syafii Ijma’ adalah “kesepakatan para ulama’ (ahl al-‘ilm) tentang suatu hukum syari’ah.” ahl al-‘ilm yang imaksud ialah para ulama yang dianggap sebagai faqih dan fatwa serta keputusannya diterima oleh penduduk di suatu negeri.[3]
 2.2 Syarat-syarat Ijma’
            Memperhatikan definisi dari Ijma’, ada beberapa hal yang harus ada sebagai syarat terwujudnya sebuah Ijma’, sebagai berikut:
    a. Terjadinya kesepakatan terhadap suatu hukum syar’i oleh para mujtahid, dan tidak dianggap Ijma’ jika bukan dari para mujtahidin, baik dari muqallidin atau orang awam.
    b. Harus disepakati oleh semua mujtahid karena definisi mengisyaratkan semua mujtahid, maka kesepakatan sebagian tidak bisa dikatakan Ijma’ karena masih ada sebagian yang belum setuju dan bisa jadi kebenaran ada di pihak mereka.
    c. Hendaknya kesepakatan para ulama’ mujtahid terjadi setelah Rasulullah wafat, sebab kesepakatan sezaman baginda Rasulullah masih hidup tidak dianggap karena kekuasaan memberi syariat ada di tangan Rasul. Dan jika para sahabat sepakat melakukan sesuatu lalu didiamkan oleh Rasulullah maka itulah yang dinamakan sunnah taqririyah dan jika tidak setuju maka batallah Ijma’ mereka.
   d. Ijma’ harus terjadi pada suatu zaman saja dan tidak disyaratkan harus sepanjang tahun sampai hari kiamat karena hal ini sangat mustahil.[4]
Ijma’ tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran sebab ijma’ bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Jumhur ulama’ mengatakan, Ijma’ harus ada sanad yang dijadikan dalil sebagai rujukan oleh para mujtahidin dalam menentukan hukum syar’i bagi masalah yang mereka hadapi. Sanadnya ijma’ dapat berupa dalil qath’i, yaitu nash al-Qur’an, sunnah dan hadits mutawatir, dan berupa dalil zhanni yaitu hadits ahad dan qiyas.[5]
2.3 Kehujjahan Ijma’
            Apabila sudah terjadi ijma’, maka ijma’ itu menjadi hujjah yang qath’i. Kebulatan pendapat segala mujtahid atas suatu hukum yang tertentu, meskipun berbeda lingkungan dan alirannya tanpa diragukan lagi menunjukkan adanya satu kebenaran yang telah membawa kebulatan pendapat mereka. Kbenaran tersebut ialah karenacocoknya hukum itu dengan jiwa syariat dan dasar-dasarnya yang umum.[6]
Ijma’ itu menjadi hujjah (pegangan) dengan sendirinya di tempat yang tidak didapati dalil (nash), yakni al-qur’an dan al-hadits. Dan tidak menjadi ijma’ kecuali telah disepakati oleh semua ulama’ islam dan selama tidak menyalahi nash yang qath’i (kitabullah dan hadits mutawatir). Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa nilai kehujjahn ijma’ ialah dhanni, bukan qath’i. Oleh karena nilai ijma’ itu dhanni maka ijma’ itu dapat dijadikan hujjah (dipegangi) dalam urusan amal, bukan dalam urusan i’tiqad sebab i’tiqad mesti dengan dalil qath’i.[7]
Al-Syafi’i menegaskan bahwa ijma’ merupakan dalil yang kuat, serta pasti, serta berlaku secara luas, pada semua bidang.
Ijma’ adalah hujjah atas segala sesuatunya karena ijma’ itu tidak mungkin salah
            Sesuatu yang telah disepakati oleh generasi terdahulu, walaupun mereka tidak mengemukakan dalil kitab atau sunnah, dipandangnya sama dengan hukum yang diatur berdasarkan sunnah yang telah disepakati. Kesepakatan atas suatu hukum menunjukkan bahwa hukum itu tidak semata-mata bersumber dari ra’yu (pendapat), karena ra’yu akan selalu berbeda-beda.
            Untuk menegakkan kehujjahan ijma’ seperti dijelaskan dalam Q.S. Al-Nisa’: 115), yang berbunyi:
`tBur È,Ï%$t±ç tAqߧ9$# .`ÏB Ï÷èt/ $tB tû¨üt6s? ã&s! 3yßgø9$# ôìÎ6­Ftƒur uŽöxî È@Î6y tûüÏZÏB÷sßJø9$# ¾Ï&Îk!uqçR $tB 4¯<uqs? ¾Ï&Î#óÁçRur zN¨Yygy_ ( ôNuä!$yur #·ŽÅÁtB ÇÊÊÎÈ  
Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali
            Ayat ini jelas menyatakan ancaman terhadap orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Menurut Syafi’i orang yang tidak mengikuti ijma’ berarti telah mengikuti jalan lain, selain jalan orang mukmin. Jadi, orang yang tidak mengikuti ijma’ mendapat ancaman dari Allah Swt. Dengan demikian jelas bahwa ijma’ wajib diikuti dan karena itu ijma’ adalah hujjah.[8]
            Bukti atas kehujjahannya ijma’ adalah seperti berikut[9]:
Pertama: dalam Al-Qur’an allah telah memerintahkan ta’at kepada ulil amri di antara umat islam sebagaimana perintah kepada mukminin mentaati Allah SWT dengan Rasul-Nya, seperti firman Allah:
$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãèÏÛr& ©!$# (#qãèÏÛr&ur tAqߧ9$# Í<'ré&ur ͐öDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt»uZs? Îû &äóÓx« çnrŠãsù n<Î) «!$# ÉAqߧ9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöquø9$#ur ̍ÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ  

“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Q.S. Al-Nisa’: 59)
Lafal amri artinya ialah hal atau keadaan, yang meliputi hal-hal duniawi. Dan Ulil Amri ialah para pemimpin dan penguasa (tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan). Ijma’ ialah keputusan yang diambil oleh wakil-wakil rakyat yang mewakili segala lapisan rakyat untuk memperkatakan kepentingan-kepentingan mereka. Mereka itulah yng dinamakan ulil amri. Mereka diberi diberi hak oleh syariat islam untuk membikin undang-undang/ peraturan-peraturan dengan memperhatikan kepentingan rakyat.[10] maka apabila ulil amri yakin para mujtahid telah mengadakan ijma’ atas suatu hukum, maka wajib diikuti dan dilaksanakan hukum mereka berdasarkan nash al-Qur’an.
Kedua: bahwasanya suatu hukum yang telah disepakati oleh pendapat semua Mujtahid ummat islam, pada hakikatnya adalah hukum umat islam yang diperankan oleh para mujtahidnya. Ada beberapa hadist Rasul yang menunjukkan atas terpeliharanya umat dari kesalahan
apa yang dilihat oleh umat islam sebagai baik, maka menurut allah itu juga baik”.
Hal itu tentu saja menurut kesepakatan semua mujtahid atas satu hukum mengenai suatu kejadian berdasar perbedaan pandangan mereka, karna perbedaan mereka adalah sebagai bukti atas kesatuan hak dan kebenaran (menyatukan pendapat) mereka, dan menyalahkan (menyisihkan) faktor-faktor perbedaan mereka.
            Ketiga: ijma’ atas hukum syar’i itu harus disandarkan kepada tempat bersandar syar’i, karena Mujtahid islam itu mempunyai batas-batas yang tidak boleh di lampaui olehnya. Ijma’ itu berlaku untuk mencari hukum bagi suatu kejadian, maka juga bisa digunakan untuk menakwili nash dan menafsirinya, dan juga untuk illat hukum nash, serta menjelaskan keadaan yang berhubungan dengannya.
2.4 Macam-Macam Ijma’
Ijma’ memiliki dua jenis; yaitu sharih dan sukuti.
Ijma’ sharih adalah kesepakatan para mujtahid yang secara jelas terhadap sebuah hukum syar’i bagi sebuah permasalahan yang mereka hadapi. Ijma’ seperti ini menjadi hujjah yang pasti menurut penilaian mayoritas fuqaha, mereka menamakannya sebagai azimah karena ia adalah sesuatu yang asal  (orisinal) dalam ijma’
Ijma’ sukuti (diam) terwujud jika sebagian mujtahid mengeluarkan pendapat atau fatwa terhadap sebuah masalah yang muncul, dan tidak ada pendapat dari mujtahid yang lain, baik berupa persetujuan atau sangkalan, para ahli ijtihad diam. Diam disini dianggap menyetujui. Ada syarat terjadinya ijma’ sukuti, yaitu berlakunya sekian waktu yang memungkinkan para mujtahid lain untuk menuangkan pendapatnya dalam masalah tersebut dan setelah ditunggu ternyata tidak ada, dan tidak pula ada kendala teknik, baik karena takut atau sungkan, serta tidak ada sinyal-sinyal ungkapan persetujuan atau penentangan dari para mujtahid yang lain. Ijma’ ini juga menjadi hujjah menurut mayoritas ulama’. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang jenis hujjah-nya, ada yang mengatakan pasti dan tidak ada bedanya antara yang sharih dengan yang sukuti. Ada pula yang mengatakan zhanni karena diam bukan merupakan sesuatu yang menunjukkan setuju, bisa jadi karena takut atau sungkan.[11]
Menurut golongan hanafiyah kedua macam ijma’ tersebut adalah ijma’ yang sebenarnya. Menurut imam syafii hanya ijma’ yang pertama saja yang disebut ijma’ yang sebenarnya.
2.5. Kemungkinan Pelaksanaan Ijma’ di Era Sekarang
            Ada sebagian ulama’ yang menganggap bahwa ijma’ itu tidak mungkin terjadi. Mengingat wilayah islam yang begitu luas serta tersebarnya para ulama’ di berbagai kota yang berjauhan. Suatu masalah tidak mungkin sampai kepada setiap ulama’ sehingga tidak mungkin ada kesatuan pendapat diantara mereka. Kemudian, perbedaan latar belakang kepentingan, dan tingkat kecerdasan mereka, tidak memungkinkan mereka bersepakat mengenai suatu masalah yang zhanni (tidak pasti).[12] Hal yang menguatkan bahwa ijma’ tidak mungkin diwujudkan yaitu jika ijma’ itu diwujudkan , tentu harus disandarkan kepada dalil, karena mujtahid syar’i harus menyandarkan hasil ijtihadnya kepada dalil. Dan bila dalil yang dijadikan sandaran itu qoth’i, maka diantara hal yang mustahil menurut adat, jika dalil itu disembunyikan. Dan jika berupa dalil zhonni tentu mustahil menurut kebiasaan ijma’, karena dalil zhonni tentu menjadi objek pertentangan.[13]
            Imam Al-Haramain mengatakan bahwa ijma’ itu dapat saja terjadi, khususnya mengenai hal-hal penting yang disertai dengan faktor-faktor tertentu. Yang mendorong pembahasan dan terwujudnya kesepakatan itu. Misalnya, persoalan-persoalan yang mendasar dalam agama., sehingga setiap orang seolah-olah terikat dan tidak terlepas dari dirinya. Untuk masalah-masalah kecil yang kurang penting atau kurang menarikperhatian ijma’ itu tidak mudah tercapai setelah para ulama’ tersebar ke berbagai penjuru. Jadi, untuk masa sekarang tidak mudah mengatakan adanya kesepakatan tentang hal-hal yang zanni. Ijma’ telah ada sejak masa sahabat  ketika tempat mereka masih belum terlalu berjauhan.[14] Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ijma’ tidak mungkin dapat terwujudkan secara adat, apabila persoalannya diserahkan kepada masing-masing umat dan kelompok-kelompoknya. Ijma’ itu dapat terwujudkan apabila dipimpin oleh pelbagai pemerintahan islam. Jadi setiap pemerintahan islam bisa menentukan syarat-syarat yang dengan syarat-syarat itu seseorang dapat sampai ke derajat ijtihad, dan bisa memberikan izin ijtihad kepada orang yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut.[15]
            Al-syafii secara tegas mengatakan bahwa ijma’ telah banyak terjadi, khususnya mengenai kewajiban-kewajiban yang harus diketahui oleh semua orang. Ia hanya menggunakan kata ijma’ untuk masalah yang benar-benar diketahui secara luas sebagai hal yang disepakati.[16]
            Ijma’ yang terjadi pada zaman sekarang ini, tidak berbeda dengan ijma’ dari keputusan musyawarah yang diambil oleh para ulama’ yang mewakili segala lapisan masyarakatnya untuk membicarakan kepentingan-kepentingan mereka. Mereka itulah yang dinamai ulil amri atau ahlul halli wal’aqdi. Mereka diberi hak oleh syariat islam untuk membuat undang-undang yang belum terdapat dalam syara’. Keputusan mereka wajib ditaati dan dijalankan selama tidak bertentangan  dengan nash syariat yang jelas, tetapi kalau berlawanan dengan nash syari’at betapa dan bagaiman pun juga keputusan itu tetap batal.[17] 
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN                                      
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’ adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’.
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belaum diketahui hukumnya.
Adapun dari ijma’ itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah/ sumber hukum (ijma’)
Dan dari ijma’ itu sendiri terdapat beberapa macam. Diantaranya: ijma’ sharih, ijma’ sukuti. Dari dua versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam pandangan ulama’ mengenai ijma’ itu sendiri.
Seperti ijma’ sukuti misalkan, pengikut Imam Maliki dan Syafi’I memandang bahwa ijma’ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak menganggap sebagai ijma’.
Sedangkan segolongan dari Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø  Bakry, Nazar, Drs. 1993. “Fiqh dan Ushul Fiqh”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ø  Hanafie, A. M.A. 1963. Ushul Fiqh. Jakarta: WIDJAYA.
Ø  Hasan, Ahmad.1985. Ijma’ Ahmad Hasan . Bandung : Pustaka.
Ø  Khalil, Rasyad Hasan, Dr. 2009. Tarikh Tasyri’. Jakarta: AMZAH.
Ø  Khallaf, Abdul Wahab. 1989. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ø  Nasution, Lahmuddin, Dr. 2001. Pembaruan Hukum Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rifai, Moh. Drs. 1973. Ushul Fiqh. Bandung: PT Al-Ma’arif



[1] Drs. Nazar Bakry. “Fiqh dan Ushul Fiqh”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993). Hal. 50-51
[2] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta: AMZAH. 2009). Hal. 154-155.
[3] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal.86
[4] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 64-66.
[5] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta: AMZAH. 2009). Hal. 158.
[6] A. Hanafie M.A. Ushul Fiqh. (Jakarta: WIDJAYA. 1963). Hal. 126.
[7] Drs. Moh Rifai. Ushul Fiqh. (Bandung: PT Al-Ma’arif. 1973). Hal. 129.
[8] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 89.
[9] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 67-70
[10] A. Hanafie M.A. Ushul Fiqh. (Jakarta: WIDJAYA. 1963). Hal. 128.
[11] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta: AMZAH. 2009). Hal. 156-157.

[12] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 92.
[13] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 71.
[14] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 93-94.
[15] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 72.
[16] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung: PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 94.
[17] Drs. Moh Rifai. Ushul Fiqh. (Bandung: PT Al-Ma’arif. 1973). Hal. 132-133.