Cinta adalah hembusan nafasku
Merasakanya begitu indah
Membelainya terasa dekat
Menjahuinya sungguh merindukan
Cinta memang penuh makna
Tiada cinta aku rapuh
Dialah rusuk kepercayaan
Harapan setiap langkah
Aku hanya ingin dia
Tapi kenapa dia pergi?
Apa aku yang keras kepala?
Aku cinta kamu
Untukmu cinta,
Menaruh harap dan keyakinan
Mengisi butiran hati aku berkorban
Hatiku perih, lelah …
Kau yang sudah mengerti aku
Pergi tanpa peduli
Lara hatiku berbekas,tiada makna
Kau berani menyangkal cinta
Hatimu ada dimana?
Puaskah kau lakukan ini,…
Dan kini aku semakin meredup?
Seperti burung yang tak bisa berkicau,
Itulah yang aku rasakan…Biarkan kau untuk jauh.
Batinku tersiksa,mati…
Ku ucap Selamat jalan cinta
Untuk kau dapatkan hidupmu bahagia
***
Kamis, 15 Desember 2011
Rabu, 23 November 2011
KONSEP EXCHANGE RATE
1. Neraca Perdagangan dan Neraca Modal
1.1. Neraca Perdagangan
Neraca perdagangan (balance of
trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk menggambarkan perbedaan
antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca perdagangan biasa disebut
dengan ekspor netto.
Neraca perdagangan yang positif berarti negara tersebut mengalami
ekspor yang nilai moneternya melebihi impor, dan biasa disebut surplus
perdagangan. Sementara itu jika neraca perdagangan menunjukkan kondisi negatif
artinya nilai moneter impor melebihi ekspor, dan disebut sebagai defisit
perdagangan. Bagi setiap negara tentunya kondisi surplus
lebih diharapkan. Karena dengan terjadinya surplus perdagangan berarti jumlah
ekspor yang dilakukan oleh sebuah negera lebih banyak dibandingkan impor.
Kondisi ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut.
Kondisi ini telah mengakibatkan ketegangan perdagangan antar negara yang
mengalami defisit dengan negara yang mengalami surplus.
Identitas pos pendapatan nasional menunjukkan bahwa investasi asing
bersih selalu sama dengan neraca perdagangan. Yaitu:
Investasi Asing Bersih = Neraca Perdagangan
S – I = NX
Jika
S – I dan NX adalah positif, memiliki surplus perdagangan (trade Surplus). Dalam hal ini negara menjadi donor bersih di pasar
keuangan dunia, dan mengekspor lebih banyak barang dan jasa ketimbang
mengimpornya. Jika S – I dan NX adalah negatif, memiliki defisit perdagangan (trade defisit). Dalam hal ini negara
sebagai pengutang bersih di pasar keuangan dunia, dan lebih banyak mengimpor
barang dan jasa ketimbang mengekspornya. Jika S – I dan NX adalah nol, negara
dikatakan memiliki neraca berimbang (balance
trade) karena nilai impor sama dengan nilai ekspornya.
Hubungan antara Kurs riil dan
neraca perdagangan (ekspor bersih) sebagai berikut: NX = NX (€)
Persamaan
ini menyatakan bahwa neraca perdagangan adalah fungsi dari kurs rill. Karena
semakin rendah kurs, semakin murah harga barang domestik relatif terhadap
barang-barang luar negeri, dan semakin besar ekspor bersih kita.
Neraca perdagangan (ekspor bersih)
harus sama dengan investasi asing bersih, yang sebaliknya sama dengan tabungan
dikurangi investasi. Tabungan ditetapkan oleh fungsi konsumsi dan kebijakan
fiskal, investasi ditetapkan oleh fungsi investasi dan tingkat bunga dunia.[1]
1.1.1 Kebijakan Mempengaruhi
Neraca Perdagangan
Kebijakan Fiskal da Dalam Negeri pada perekonomian terbuka, jika pemerintah memperluas pengeluaran
domestik dengan meningkatkan pembelian pemerintah. Kenaikan dalam G (pembelian
pemerintah) atau penurunan dalam pajak mengurangi tabungan nasional dan
menggeser kurva tabungan dari S1 ke S2. Dengan tingkat
bunga riil dunia yang tidak berubah, investasi tetap sama. Karena itu tabungan
berada di bawah investasi, dan sebagian investasi harus di danai dengan
meminjam dari luar negeri. Yang berakibat defisit perdagangan.
Kebijakan
Fiskal Luar Negeri jika negara lain adalah bagian kecil dari perekonomian
dunia, maka perubahan fiskalnya tidak terlalu berpengaruh terhadap negara
lainnya. Tetapi jika negara itu bagian dari perekonomian dunia, kenaikan dalam
pembelian pemerintahnya mengurangi tabungan dunia dan menyebabkan tingkat bunga
dunia naik. Ekspansi fiskal luar negri cukup mampu mempengaruhi tabungan dunia
dan investasi dunia meningkatkan tingkat bunga dunia dari r1 menjadi
r2. tingkat bunga dunia yang lebih tinggi mengurangi investasi dalam
perekonomian terbuka, menyebabkan terjadinya surplus perdagangan.
Pergeseran
Dalam Permintaan Investasi pergeseran ke luar dalam investasi dari I(r)1 ke I(r)2
meningkatkan jumlah investasi pada tingkat bunga dunia akibatnya, investasi
sekarang melebihi tabungan, yang berarti perekonomian meminjam dari luar negri
dan mengalami defisit perdagangan.
1.2 Neraca Modal (Capital
Account)
Neraca Modal (Capital Account)
merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan perubahan-perubahan
dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang (seperti saham,
obligasi dan real estate) suatu negara, Yang meliputi:
a. Arus modal keluar tercatat sebagai
debit karena suatu Negara membeli asset berharga dari pihak asing (luar
negeri).
b. Arus modal masuk tercatat sebagai kredit karena suatu
negara
d. Transaksi-transaksi neraca modal
diklasifikasi sebagai investasi portfolio, langsung atau jangka pendek.
Neraca modal menghitung selisih antara penjualan aset kita ke pihak
luar negeri, serta pembelian yang kita lakukan atas aset-aset yang berada di
luar negeri. Untuk dapat membeli aset luar negeri diperlukan valuta asing,
dengan demikian arus modal neto menggambarkan demand terhadap valuta asing. Nilai valuta asing ditentukan oleh
demand valas untuk membeli barang-barang dan jasa dan demand terhadap valas untuk membeli aset. Neraca Modal adalah
ukuran investasi jangka pendek dan jangka panjang suatu negara, termasuk
investasi langsung luar negeri dan investasi dalam sekuritas.
Neraca modal atau Capital Account merupakan selisih antara aliran modal
masuk dan modal keluar. Selama masa krisis ekonomi terlihat neraca modal
Indonesia negatif karena banyaknya arus modal jangka pendek ke luar negeri.
Neraca lalu lintas modal atau Capital account mencatat dua
golongan transaksi: (1) aliran modal pemerintah, dan (2) aliran modal swasta:
a. Aliran modal pemerintah. Ini
biasanya berupa pinjaman dan bantuan dari negara-negara asing yang diberikan
kepada pemerintah atau badan-badan pemerintah. Misalnya pinjaman untuk
membangun irigasi termasuk dalam golongan transaksi ini.
b. Aliran modal swasta Ia
dibedakan dalam tiga jenis, yaitu investasi langsung, investasi portfolio dan
amortasi. Investasi langsung adalah investasi untuk mengembangkan
perusahaan-perusahaan. Investasi portfolio adalah investasi dalam bentuk
membeli saham-saham di negara lain. Amortisasi adalah pembelian kembali
saham-saham atau kekayaan lain yang pada masa lalu telah dijual kepada penduduk
negara-negara lain.
transaksi modal atau capital account mencatat transaksi
internasional yang berkaitan dengan aliran asset keuangan, seperti peminjaman,
pemberian pinjaman, dan investasi. Sebagai contoh, investor Amerika membeli
asetluar negeri agar mendapatkan tingkat pengembalian yang lebih tinggi dan
juga untuk mendiversifikasikan portofolio mereka. Bila ekonomi berbicara
tentang kapital atau modal, yang dimaksud biasanya adalah sumber daya fisik dan
manusiawi yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa. Tetapi kadangkala
istilah kapital atau modal digunakan sebagai istilah lain dari uang, yaitu
uang yang digunakan untuk mendapatkan aset keuangan seperti saham, obligasi,
saldo bank, dan uang yang digunakan untuk melakukan investasi langsung dalam
pabrik dan peralatan luar negeri.
Transaksi-transaksi dalam modal yang muncul sebagai neraca modal
terpisah, yaitu:
a
Arus keluar modal (capital outflows) adalah transaksi untuk membiayai aktivitas permodalan inter-nasional
seperti penanaman modal di luar negeri, dan diperlakukan sebagai debet,
b
Arus masuk modal (capital inflows) adalah transaksi
dengan menjual asset berharga kepada
pihak asing untuk memperoleh uang tunai. dan diperlakukan sebagai kredit.
Defisit pada negara berjalan bisa diseimbangkan atau ditutupi dengan
surplus pada neraca modal dan demikian sebaliknya. Karena nilai tukar valuta
asing adalah harga dari suatu mata uang terhadap mata uang lain, total kredit
(suplei valuta asing) dan debet (permintaan valuta asing) hampir sama jika
nilai tukar dibiarkan berfluktuasi bebas untuk menyeimbangkan penawaran dan
permintaan valuta asing. Akan tetapi, jika nilai tukar tidak bebas bergerak,
maka defisit atau surplus akan meningkat. Defisit bisa dibiayai dengan pinjaman
pemerintah dari bank-bank dan lembaga-lembaga keuangan internasional, seperti
International Monetary Fund, atau dengan menarik sebagian cadangan emas dan
devisanya. Surplus bisa dimanfaatkan dengan memperbesar cadangan atau
dipinjamkan ke luar negeri. Kenyataan bahwa nilai tukar yang fleksibel menjamin
keseimbangan dalam pasar valuta asing tidak berarti bahwa sebuah negara kebal
terhadap kesulitan-kesulitan pembayaran. Sebuah negara mungkin mengalami
penurunan dalam pendapatan nil dan tenaga kerja karena ketidakmampuan ekspor
untuk membiayai impor pada neraca modal. Defisit yang dibiayai dengan
capital-in-flows semacam ini tidak akan menambah lapangan kerja, dan depresiasi
mata uang tidak mesti pula menjamin bahwa defisit neraca berjalan akan
terpulihkan. Sebuah negara tidak pula bisa acuh tak acuh terhadap nilai
internasional dari mata uangnya. Nilai tukar yang berfluktuasi terlalu lebar
akan mempengaruhi perdagangan intemasionalnya.
2. Konsep Nilai Tukar (Exchange Rate)
2.1. Definisi Nilai tukar (Exchange Rate)
Definisi nilai tukar atau kurs (foreign exchange rate) antara lain
dikemukakan oleh Abimanyu[2]
adalah harga mata uang suatu negara relatif terhadap mata uang negara lain.
Karena nilai tukar ini mencakup dua mata uang, maka titik keseimbangannya
ditentukan oleh sisi penawaran dan permintaan dari kedua mata uang tersebut.
Nilai tukar
adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu
mata uang terhadap nilai mata uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang
dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang
dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.
Frank J. Fabozzi dan Franco Modigliani (1992:664) memberikan defenisi mengenai
nilai tukar sebagai berikut:
”An exchange rate is defined as the amount of one currency that can
be exchanged per unit of another currency, or the price of one currency in terms
of another currency”
Dapat disimpulkan
dari beberapa definisi diatas bahwa nilai tukar adalah sejumlah uang dari suatu
mata uang tertentu yang dapat dipertukarkan dengan satu unit mata uang negara
lain.
Nilai tukar diperlukan
untuk:
a
saling
pertukaran mata uang untuk perdagangan barang, jasa, pergerakan modal dan
kredit. Pertukaran Eksportir hasil di bursa mata uang asing untuk satu nasional
dengan mata uang negara lain tidak dapat diperlakukan sebagai alat pembelian
dan pembayaran di wilayah negara. Pertukaran Importir mata uang asing untuk
membayar barang yang dibeli di luar negeri. Debitur membeli mata uang asing
untuk membayar utang nasional dan pembayaran bunga pinjaman eksternal.
b
membandingkan
harga dunia dan pasar nasional maupun parameter biaya dari berbagai negara,
dinyatakan dalam mata uang nasional atau asing.
c
periodik
penilaian ulang dari rekening perusahaan dan bank dalam mata uang asing.
2.2 Cara
Menyatakan Nilai Tukar
a. Model Eropa
(Indirect quote)
Model tersebut adalah cara yang paling umum dipakai dalam perdagangan valuta
asing antar bank seluruh dunia. Nilai tukarnya ditetapkan dengan menghitung
berapa unit uang asing yang dibutuhkan untuk membeli satu unit mata uang dalam
negeri.
b. Model
Amerika (direct quote)
Model tersebut didefinisikan sebagai harga mata uang asing dalam mata
uang domestik, atau berapa besar nilai rupiah yang digunakan untuk membeli satu
mata uang asing. Metode tersebut dipakai di Indonesia .
2.3 Bentuk
Sistem Nilai Tukar
Sistem nilai tukar sangat tergantung pada kebijakan moneter suatu
negara. terdapat 6 sistem nilai tukar berdasarkan pada besarnya intervensi dan
candangan devisa yang dimiliki bank sentral suatu negara yang dipakai oleh
banyak negara di dunia antara lain:
a. Sistem Nilai Tukar Tetap (Fixed
Exchange Rate System)
Merupakan suatu sistem nilai tukar dimana nilai suatu mata uang yang
dipertahankan pada tingkat tertentu terhadap mata uang asing. Dan bila tingkat
nilai tukar tersebut bergerak terlalu besar maka pemerintah melakukan
intervensi untuk mengembalikannya. Sistem ini mulai diterapkan pada pasca
perang dunia kedua yang ditandai dengan digelarnya konferensi mengenai sistem
nilai tukar yang diadakan di Bretton Woods, New Hampshire pada tahun 1944, dan
pada saat itu negara-negara industri penting menganut sistem nilai tukar tetap
terhadap satu sama lain.
Dalam sistem ini otoritas moneter selalu mengintervensi pasar untuk
mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing
tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relatif besar.
Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit
neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.
Dalam sistem ini bank-bank sentral asing selalu siap memenuhi lonjakan
kebutuhan akan mata uang asing yang diperlukan yang terjadi karena defisit atau
surplus neraca pembayaran dari harga yang tetap konstan dilihat dari mata uang
sendiri. Bank sentral harus membiayai kelebihan permintaan akan, atau surplus
dari, mata uang nasional (yakni, defisit atau surplus neraca pembayaran) pada
tingkat nilai tukar tetap dengan cara menguras atau menambah cadangan mata uang
asing yang dipegangnya.
b. Sistem Nilai Mengambang Bebas (free
floating exchange rate)
Setelah runtuhnya Fixed Exchange Rate System maka timbul konsep baru
yaitu Floating Exchange Rate System. Dalam konsep ini nilai tukar valuta
dibiarkan bergerak bebas. Nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan
permintaan dan penawaran valuta tersebut di pasar uang.
Sistem ini berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem fixed.
Dalam sistem ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu mengintervensi
pasar sehingga sistem ini tidak memerlukan cadangan devisa yang besar. Sistem
ini berlaku di Indonesia
saat ini. Dalam sistem nilai tukar mengambang, bank sentral membiarkan nilai
tukar untuk menyesuaikan diri dalam rangka menyeimbangkan penawaran dan
permintaan akan mata uang asing.
Mengambang: Murni dan Terkendali
Dalam sistem mengambang murni, bank sentral sama sekali menjauhkan diri
dan membiarkan nilai tukar ditentukan secara bebas dalam pasar valuta asing. Di
bawah sistem nilai tukar ini bank-bank sentral tidak melakukan intervensi atau
campur tangan kedalam pasar valuta asing sedangkan transaksi cadangan resmi
adalah nol. Berarti, sistem nilai tukar mengambang murni, neraca pembayaran
adalah nol: nilai tukar menyesuaikan diri sehingga membuat transaksi berjalan
dan transaksi modal menjai nol.
Sejak tahun 1973, sistem nilai tukar mengambang yang berlaku belum dapat
disebut sebagai sistem mengambang murni, sebaliknya sistem tersebut masih
merupakan sistem mengambang yang terkendali, dimana bank sentral masih
melakukan intervensi dengan cara membeli mata uang asing dalam usahanya
mempengaruhi nilai tukar yang akhirnya menyebabkan terjadi sistem mengambang
yang tidak murni.
c. Sistem Wider Band
Pada sistem tersebut nilai tukar dibiarkan mengambang atau berfluktuasi
diantara dua titik, tertinggi dan terendah. Apabila keadaan perekonomian
mengakibatkan nilai tukar bergerak melampaui batas tertinggi dan terendah
tersebut, maka otoritas moneter akan melaksanakan intervensi dengan cara
membeli atau menjual rupiah sehingga nilai tukar rupiah berada diantara kedua
titik yang telah ditentukan.
d. Sistem Mengambang Terkendali (Managed
Float)
Dalam sistem ini, otoritas moneter tidak menentukan untuk mempertahankan
satu nilai tukar tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu melaksanakan
intervensi berdasarkan pertimbangan tertentu, misalnya cadangan devisa yang
menipis. Untuk mendorong ekspor, otoritas moneter akan melakukan intervensi
agar nilai mata uang menguat.
e. Sistem Crawling Peg
Otoritas moneter dalam sistem ini mengaitkan mata uang domestik dengan
beberapa mata uang asing. Nilai tukar tersebut secara periodik dirubah secara
berangsur-angsur dalam persentase yang kecil. Sistem ini dipakai di Indonesia
pada periode 1988-1995.
f. Sistem Adjustable Peg
Dalam sistem ini, otoritas moneter selain berkomitmen untuk mempertahankan
nilai tukar juga berhak untuk merubah nilai tukar apabila terjadi perubahan
dalam kebijakan ekonomi.
2.4 Faktor-Faktor yang mempengaruhi Nilai Tukar
Ada beberapa faktor utama yang mempengaruhi tinggi rendahnya nilai tukar
mata uang dalam negeri terhadap mata uang asing. Faktor-faktor tersebut adalah
:
a. Laju inflasi relatif
Dalam pasar valuta asing, perdagangan
internasional baik dalam bentuk barang atau jasa menjadi dasar yang utama dalam
pasar valuta asing, sehingga perubahan harga dalam negeri yang relatif terhadap
harga luar negeri dipandang sebagai faktor yang mempengaruhi pergerakan kurs
valuta asing. Misalnya, jika Amerika sebagai mitra dagang Indonesia mengalami
tingkat inflasi yang cukup tinggi maka harga barang Amerika juga menjadi lebih
tinggi, sehingga otomatis permintaan terhadap barang dagangan relatif mengalami
penurunan.
b. Tingkat pendapatan relatif
Faktor lain yang mempengaruhi permintaan dan penawaran dalam pasar mata
uang asing adalah laju pertumbuhan riil terhadap harga-harga luar negeri. Laju
pertumbuhan riil dalam negeri diperkirakan akan melemahkan kurs mata uang
asing. Sedangkan pendapatan riil dalam negeri akan meningkatkan permintaan valuta
asing relatif dibandingkan dengan supply yang tersedia.
c. Suku bunga relatif
Kenaikan suku bunga mengakibatkan aktifitas dalam negeri menjadi lebih
menarik bagi para penanam modal dalam negeri maupun luar negeri. Terjadinya
penanaman modal cenderung mengakibatkan naiknya nilai mata uang yang semuanya
tergantung pada besarnya perbedaan tingkat suku bunga di dalam dan di luar
negeri, maka perlu dilihat mana yang lebih murah, di dalam atau di luar negeri.
Dengan demikian sumber dari perbedaan itu akan menyebabkan terjadinya kenaikan
kurs mata uang asing terhadap mata uang dalam negeri.
d. Kontrol pemerintah
kebijakan pemerintah bisa mempengaruhi keseimbangan nilai tukar dalam
berbagai hal termasuk :
a.
Usaha untuk menghindari hambatan nilai tukar valuta asing.
b.
Usaha untuk menghindari hambatan perdagangan luar negeri.
c. Melakukan intervensi di pasar uang
yaitu dengan menjual dan membeli mata uang. Alasan pemerintah untuk melakukan
intervensi di pasar uang adalah :
1. Untuk memperlancar perubahan dari nilai tukar uang
domestik yang bersangkutan.
2. Untuk membuat kondisi nilai tukar domestik di dalam
batas-batas yang ditentukan.
3. Tanggapan atas gangguan yang bersifat sementara.
d.
Berpengaruh terhadap variabel makro seperti inflasi, tingkat suku bunga dan
tingkat pendapatan.
e. Ekspektasi
e. Ekspektasi
Faktor kelima yang mempengaruhi nilai tukar valuta asing adalah
ekspektasi atau nilai tukar di masa depan. Sama seperti pasar keuangan yang
lain, pasar valas bereaksi cepat terhadap setiap berita yang memiliki dampak ke
depan. Dan sebagai contoh, berita mengenai bakal melonjaknya inflasi di AS
mungkin bisa menyebabkan pedagang valas menjual Dollar, karena memperkirakan
nilai Dollar akan menurun di masa depan. Reaksi langsung akan menekan nilai
tukar Dollar dalam pasar.
Untuk menentukan perubahan nilai tukar antar mata uang suatu negara
dipengaruhi oleh beberapa faktor yang terjadi di negara yang bersangkutan yaitu
selisih tingkat inflasi, selisih tingkat suku bunga, selisih tingkat
pertumbuhan GDP, intervensi pemerintah di pasar valuta asing dan expectations (perkiraan
pasar atas nilai mata uang yang akan datang).
2.5 Nilai Tukar Nominal dan
Riil
Nilai Tukar Nominal (nominal
exchange rate) adalah harga relatif dari mata uang dua negara, Yaitu nilai atau angka
tarif dimana seseorang dapat memperdagangkan mata uang suatu Negara dengan mata
uang Negara lainnya.Nilai tukar selalu dapat dinyatakan dengan dua cara,atau
secara timbal-balik.Jika nilai tukar dolar terhadap yen adalah 1$=80yen,itu
berarti kurs yen terhadap dolar adalah 1yen=1/80 dolar Amerika Serikat.
Jika nilai tukar berubah sehingga $1
dapat membeli lebih banyak mata uang asing,perubahan itu disebut apresiasi(appreciation)
dolar.Sedangkan jilai nilai tukar berubah sedemikian rupa sehingga $1 hanya
bisa membeli lebih sedikit mata uang asing,perubahan itu disebut depresiasi(depreciation)dolar.Kadang-kadang
anda mendegar media masa melaporkan bahwa dolar sedang
“menguat’’atau’’melemah’’.Pernyataan itu biasanya mengacu pada
perubahan-perubahan terbaru pada nilai tukar nominal.jika suatu mata uang
mengalami apresiasi,dikatakan bahwa mata uang itu menguat karena dapat membeli
lebih banya uang asing.Demikian pula ketika suatu mata uang mengalami
depresiasi,dikatakan bahwa mata uang tersebut melemah.
Nilai
Tukar Riil (real exchange rate)
adalah harga relatif dari barang-barang kedua negara. Yaitu, kurs riil
menyatakan tingkat dimana kita bisa memperdagangkan barang-barang dari suatu
negara untuk barang-barang dari negara lain.
Nilai tukar riil yaitu dimana tingkatan seseorang dapat memperdagangkan barang dan jasa dari
suatu Negara dengan barang dan jasa dari orang lain.Nilai tukar riil dan
nominal terkait sangat erat.Kita dapat menyimpulkan perhitungan nilai tukar
riil dengan formula berikut ini:
Nilai tukar riil=
Nilai
tukar riil itu tergantung pada nilai tukar nominal dan harga-harga barang di
kedua Negara yang di ukur berdasarkan nilai tukar local.
Nilai tukar riil ini sangat penting
karena penentu dari berapa banya suatu Negara mengekspor dan mengimpor.Jika
anda memutuskan tempat anda akan berlibur dengan membadingkan harga,maka pada
akhirnya anda mendasarkan keputusan pada nilai tukar riil.
Ketika
mempelajari suatu perekonomian sebagai suatu kesatuan,pakar-pakar makroekonomi
lebih memusatkan perhatian pada harga-harga keseluruhan daripada harga
masing-masing barag-barang itu.untuk itu mengapa perlu mengukur nilai tukar
riil dengan menggunakan indeks harga seperti halnya indeks harga
konsumen.Dengan menggunakan suatu indeks harga untuk Amerika serikat(P),sebuuah
indeks harga untuk harga-harga diluar negeri(P*),dan nilai tukar nominal antara
dolar Amerika Serikat dengan mata uang asing(e),kita dapat menghitung nilai
tukar riil keseluruhan antara Amerika Serikat denga Negara-negara lain sebagai
berikut:
Nilai tukar riil=(e x P)/P*
Nilai
tukar riil ini mengukur harga relative suatu perhimpunan atau sekeranjang
barang dan jasa yang tersedia di dalam negeri terhadap sekeranjang barang dan
jasa diluar negeri.
Nilai tukar riil mata uang
suatu Negara dapat dikatakan sebagai penentu utama dari besar-kecilnya serta
negative-positifnya ekspor neto barang dan jasa. Suatu depresiasi pada nilai
tukar riil amerika serikat menyebabkan harga relatif barang-barang produk
amerika serikat menjadi lebih murah dibandingkan dengan barang-barang dari luar
negeri. Perubahan tersebut akan menyebabkan para konsumen di dalam maupun di
luar negeri akan membeli lebih banyak barang produk amerika serikat dan membeli
lebih sedikit barang dari Negara-negara lain. Sebagai konsekuensinya ekspor
amerika serikat akan meningkat, dan impornya menurun, dan kedua hal tersebut
akan meningkatkan angka ekspor neto amerika serikat. Sebaliknya, apresiasi
nilai tukar Amerika Serikat akan menyebabkan barang-barang amerika serikat
menjadi lebih mahal sehingga menurunkan ekspor neto Amerika Serikat.
2.6 Konsep Keseimbangan Nilai
Tukar
Berdasarkan pendekatan hukum permintaan dan penawaran, maka harga dari
valuta asing (misal US Dollar) akan menjadi lebih mahal dari nilai nominalnya
apabila permintaan melebihi jumlah yang ditawarkan, atau jumlah permintaan
tetap sementara penawaran berkurang. Sebaliknya, harga valuta asing akan
menjadi lebih murah dari harga nominal atau harga berlakunya bila permintaan
sedikit sementara penawaran banyak, atau permintaan semakin menurun meskipun
jumlah penawaran tetap. Pada mekanisme pasar, nilai tukar terjadi pada saat
tercapainya titik keseimbangan yaitu pada saat permintan sama dengan penawaran.
2.7 Perkembangan Sistem Nilai Tukar di Indonesia
Dalam sejarah perekonomian Indonesia
sistem nilai tukar di Indonesia
pada intinya dikelompokkan menjadi empat bagian. Penetapan sistem nilai tukar
oleh Bank Indonesia
didasarkan pada berbagai pertimbangan, khususnya yang berkaitan dengan kondisi
ekonomi pada saat itu. sistem nilai tukar yang berlaku di Indonesia sebagai berikut:
a. Sistem
Nilai Tukar Bertingkat (Multiple Exchange Rate System)
Sistem ini dimulai sejak Oktober 1966 hingga Juli 1971. Penggunaan sistem
ini dilakukan dalam rangka menghadapi berfluktuasinya nilai rupiah serta untuk
mempertahankan dan meningkatkan daya saing yang hilang karena adanya inflasi
dua digit selama periode tersebut.
b. Sistem
Nilai Tukar Tetap (Fixed Exchange Rate System)
Sistem yang berlaku mulai Agustus 1971 hingga Oktober 1978 ini
mengaitkan secara langsung nilai tukar rupiah dengan dollar Amerika Serikat
yaitu tarif US$1 =Rp415,00. Pemberlakuan sistem ini dilandasi oleh kuatnya
posisi neraca pembayaran pada kurun waktu 1971-1978. Neraca pembayaran tersebut
kuat karena sektor migas mempunyai peran besar dalam penerimaan devisa ekspor
yang didukung oleh peningkatan harga minyak mentah (masa keemasan minyak).
c. Sistem
Nilai Tukar Mengambang Terkendali (Managed Floating Exchange Rate)
Sistem ini belaku sejak November 1978 sampai Agustus 1997. Pada masa ini
nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan dolar Amerika Serikat akan
tetapi terhadap sekeranjang mata uang asing (basket currency). Pada
periode ini telah terjadi tiga kali devaluasi yaitu pada bulan November 1978,
Maret 1983, dan September 1986. Setelah devaluasi tahun 1986, nilai nominal
rupiah diperbolehkan terdepresiasi sebesar 3-5% per tahun untuk mempertahankan
nilai tukar riil yang lebih baik.
d. Sistem
Mengambang Bebas (Free Floating Exchange Rate System)
Sistem ini diberlakukan sejak 14 Agustus 1997 hingga sekarang. Dalam
sistem ini Bank Indonesia
melakukan intervensi di pasar valuta asing karena semata-mata untuk menjaga
kestabilan nilai tukar rupiah yang lebih banyak ditentukan oleh kekuatan pasar.
Awalnya, penerapan sistem nilai tukar mengambang ini menyebabkan terjadinya
gejolak yang berlebihan (overshooting). Misalnya kurs pada tangga 14
Agustus melemah tajam menjadi Rp2.800 per dolar dari posisi Rp2.650 per dolar
pada penutupan hari sebelumnya. Banyak faktor yang menyebabkan nilai tukar
rupiah terus merosot, mulai dari aksi ambil untung (profit taking) oleh
pelaku pasar, tingginya permintaan perusahaan domestik terhadap dolar untuk
pembayaran hutang luar negeri yang jatuh tempo, memburuknya perkembangan
perbankan nasional.
Dalam rangka menyelesaikan persoalan tersebut, pada bulan November 1997,
International Monetary Fund (IMF) masuk ke Indonesia . Namun program pemulihan
ekonomi yang dilakukan bersama-sama dengan IMF tidak dengan segera membuahkan
hasil. Sampai akhir Desember 1997, nilai tukar rupiah ditutup pada kisaran
Rp5.000 per dolar, tetapi pergerakan nilai tukar rupiah semakin tak terkendali
hingga mencapai puncaknya pada 22 Januari 1998 dimana kurs mencapai Rp16.000
per dolar.
KESIMPULAN
Neraca
perdagangan (balance of trade) adalah sebuah istilah yang digunakan untuk
menggambarkan perbedaan antara nilai moneter antara ekspor dan impor. Neraca
perdagangan biasa disebut dengan ekspor netto.
Neraca Modal
(Capital Account) merupakan bagian dari neraca pembayaran yang mencerminkan
perubahan-perubahan dalam kepemilikan aset jangka pendek dan jangka panjang
(seperti saham, obligasi dan real estate) suatu negara.
Nilai tukar
adalah harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya atau nilai dari suatu
mata uang terhadap nilai mata uang lainnya. Kenaikan nilai tukar mata uang
dalam negeri disebut apresiasi atas mata uang asing. Penurunan nilai tukar uang
dalam negeri disebut depresiasi atas mata uang asing.
Bentuk Sistem Nilai Tukar meliputi : Sistem Nilai Tukar Tetap, Sistem Nilai
Mengambang Bebas, Sistem Wider Band, Sistem Mengambang Terkendali,
Sistem Crawling Peg, Sistem Adjustable Peg.
Jumat, 11 November 2011
''Ijma''
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Ijma’ adalah salah satu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentasi dibawah dalil-dalil Nas (Al-Qur’an dan Hadits) ia merupakan dalil pertama setelah Al-Qur’an dan Hadits yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’
Namun ada komunitas umat islam tidak mengakui dengan adanya ijma’ itu sendiri yang mana mereka hanya berpedoman pada Al-Qur’an dan Al Hadits, mereka berijtihat dengan sendirinya itupun tidak lepas dari dua teks itu sendiri (Al-Qur’an dan Hadits).
Ijma’ muncul setelah Rasulullah wafat, para sahabat melakukan ijtihad untuk menetapkan hukum terhadap masalah-masalah yang mereka hadapi.
“Khalifah Umar Ibnu Khattab ra. misalnya selalu mengumpulkan para sahabat untuk berdiskusi dan bertukar fikiran dalam menetapkan hukum, jika mereka telah sepakat pada satu hukum, maka ia menjalankan pemerintahan berdasarkan hukum yang telah disepakati.
Terkait dengan ijma’ ini masih banyak komonitas diantaranya, sebagian mahasiswa yang masih minim dalam memahami ijma’ itu sendiri maka dari itu kami penulis akan membahas tentang ijma’ dan dirumuskan dalam rumusan masalah dibawah ini.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana definisi ijma’?
2. Apa saja Syara-syarat ijma’?
3. Bagaimana Kehujjaan ijma’?
4. Apa macam-macam ijma’?
5. Bagaimana pelaksanaan ijma’ dimasa sekarang?
1.4 Tujuan Pembahasan
Dalam penulisan makalah ini penulis bertujuan agar kita para mahasiswa dapat mengetahui bagaimana cara untuk lebih memahami landasan hukum islam seperti ijma’ yang telah disepakati oleh para mujtahit yang dijadikan sebagai sumber hukum ketiga setelah Al-Qur’an dan Hadits.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi Al-Ijma’
Ijma’ secara bahasa memiliki dua makna, tekad, rencana dan kesepakatan.. Allah berfirman:
* ã@ø?$#ur öNÍköŽn=tã r't6tR ?yqçR øŒÎ) tA$s% ¾ÏmÏBöqs)Ï9 ÉQöqs)»tƒ bÎ) tb%x. uŽã9x. /ä3ø‹n=tæ ’ÍG$s)¨B “ÎŽÏ.õ‹s?ur ÏM»tƒ$t«Î/ «!$# ’n?yèsù «!$# àMù=ž2uqs? (#þqãèÏHødr'sù öNä.{øBr& öNä.uä!%x.uŽà°ur ¢OèO Ÿw ô`ä3tƒ öNä.áøBr& ö/ä3ø‹n=tæ Zp£Jäî ¢OèO (#þqàÒø%$# ¥’n<Î) Ÿwur ÈbrãÏàZè? ÇÐÊÈ
"dan bacakanIah kepada mereka berita penting tentang Nuh di waktu Dia berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku, jika terasa berat bagimu tinggal (bersamaku) dan peringatanku (kepadamu) dengan ayat-ayat Allah, Maka kepada Allah-lah aku bertawakal, karena itu bulatkanlah keputusanmu dan (kumpulkanlah) sekutu-sekutumu (untuk membinasakanku). kemudian janganlah keputusanmu itu dirahasiakan, lalu lakukanlah terhadap diriku, dan janganlah kamu memberi tangguh kepadaku.{Qs. Yunus (10): 71)}
Atau bulatkanlah tekadmu. Makna kedua berarti kesepakatan. Apabila suatu kaum melakukan ijma’, maka mereka berarti telah mencapai kesepakatan.
Ijma’ menurut syara’ ialah suatu kesepakatan bagi orang-orang yang susah payah dalam menggali hukum-hukum agama (mujtahid) di antara umat Muhammad SAW, sesudah beliau meninggal dalam suatu masa yang tidak ditentukan atau suatu urusan (masalah) di antara masalah-masalah yang diragukan (yang belum ada ketetapannya dalam kitab dan sunnah).[1]
Adapun arti Ijma’ menurut istilah ulama’ ushul adalah kesepakatan para mujtahidin dari kalangan umat nabi Muhammad, setelah baginda Rasulullah wafat pada suatu zaman tertentu terhadap sebuah permasalahan hukum syar’i.[2]
Menurut Imam Syafii Ijma’ adalah “kesepakatan para ulama’ (ahl al-‘ilm) tentang suatu hukum syari’ah.” ahl al-‘ilm yang imaksud ialah para ulama yang dianggap sebagai faqih dan fatwa serta keputusannya diterima oleh penduduk di suatu negeri.[3]
2.2 Syarat-syarat Ijma’
Memperhatikan definisi dari Ijma’, ada beberapa hal yang harus ada sebagai syarat terwujudnya sebuah Ijma’, sebagai berikut:
a. Terjadinya kesepakatan terhadap suatu hukum syar’i oleh para mujtahid, dan tidak dianggap Ijma’ jika bukan dari para mujtahidin, baik dari muqallidin atau orang awam.
b. Harus disepakati oleh semua mujtahid karena definisi mengisyaratkan semua mujtahid, maka kesepakatan sebagian tidak bisa dikatakan Ijma’ karena masih ada sebagian yang belum setuju dan bisa jadi kebenaran ada di pihak mereka.
c. Hendaknya kesepakatan para ulama’ mujtahid terjadi setelah Rasulullah wafat, sebab kesepakatan sezaman baginda Rasulullah masih hidup tidak dianggap karena kekuasaan memberi syariat ada di tangan Rasul. Dan jika para sahabat sepakat melakukan sesuatu lalu didiamkan oleh Rasulullah maka itulah yang dinamakan sunnah taqririyah dan jika tidak setuju maka batallah Ijma’ mereka.
d. Ijma’ harus terjadi pada suatu zaman saja dan tidak disyaratkan harus sepanjang tahun sampai hari kiamat karena hal ini sangat mustahil.[4]
Ijma’ tidak dipandang sah, kecuali apabila ada sandaran sebab ijma’ bukan merupakan dalil yang berdiri sendiri. Jumhur ulama’ mengatakan, Ijma’ harus ada sanad yang dijadikan dalil sebagai rujukan oleh para mujtahidin dalam menentukan hukum syar’i bagi masalah yang mereka hadapi. Sanadnya ijma’ dapat berupa dalil qath’i, yaitu nash al-Qur’an, sunnah dan hadits mutawatir, dan berupa dalil zhanni yaitu hadits ahad dan qiyas.[5]
2.3 Kehujjahan Ijma’
Apabila sudah terjadi ijma’, maka ijma’ itu menjadi hujjah yang qath’i. Kebulatan pendapat segala mujtahid atas suatu hukum yang tertentu, meskipun berbeda lingkungan dan alirannya tanpa diragukan lagi menunjukkan adanya satu kebenaran yang telah membawa kebulatan pendapat mereka. Kbenaran tersebut ialah karenacocoknya hukum itu dengan jiwa syariat dan dasar-dasarnya yang umum.[6]
Ijma’ itu menjadi hujjah (pegangan) dengan sendirinya di tempat yang tidak didapati dalil (nash), yakni al-qur’an dan al-hadits. Dan tidak menjadi ijma’ kecuali telah disepakati oleh semua ulama’ islam dan selama tidak menyalahi nash yang qath’i (kitabullah dan hadits mutawatir). Kebanyakan ulama’ berpendapat bahwa nilai kehujjahn ijma’ ialah dhanni, bukan qath’i. Oleh karena nilai ijma’ itu dhanni maka ijma’ itu dapat dijadikan hujjah (dipegangi) dalam urusan amal, bukan dalam urusan i’tiqad sebab i’tiqad mesti dengan dalil qath’i.[7]
Al-Syafi’i menegaskan bahwa ijma’ merupakan dalil yang kuat, serta pasti, serta berlaku secara luas, pada semua bidang.
“Ijma’ adalah hujjah atas segala sesuatunya karena ijma’ itu tidak mungkin salah”
Sesuatu yang telah disepakati oleh generasi terdahulu, walaupun mereka tidak mengemukakan dalil kitab atau sunnah, dipandangnya sama dengan hukum yang diatur berdasarkan sunnah yang telah disepakati. Kesepakatan atas suatu hukum menunjukkan bahwa hukum itu tidak semata-mata bersumber dari ra’yu (pendapat), karena ra’yu akan selalu berbeda-beda.
Untuk menegakkan kehujjahan ijma’ seperti dijelaskan dalam Q.S. Al-Nisa’: 115), yang berbunyi:
`tBur È,Ï%$t±ç„ tAqß™§9$# .`ÏB ω÷èt/ $tB tû¨üt6s? ã&s! 3“y‰ßgø9$# ôìÎ6Ftƒur uŽöxî È@‹Î6y™ tûüÏZÏB÷sßJø9$# ¾Ï&Îk!uqçR $tB 4’¯<uqs? ¾Ï&Î#óÁçRur zN¨Yygy_ ( ôNuä!$y™ur #·ŽÅÁtB ÇÊÊÎÈ
“Dan barang siapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasinya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali”
Ayat ini jelas menyatakan ancaman terhadap orang yang mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin. Menurut Syafi’i orang yang tidak mengikuti ijma’ berarti telah mengikuti jalan lain, selain jalan orang mukmin. Jadi, orang yang tidak mengikuti ijma’ mendapat ancaman dari Allah Swt. Dengan demikian jelas bahwa ijma’ wajib diikuti dan karena itu ijma’ adalah hujjah.[8]
Bukti atas kehujjahannya ijma’ adalah seperti berikut[9]:
Pertama: dalam Al-Qur’an allah telah memerintahkan ta’at kepada ulil amri di antara umat islam sebagaimana perintah kepada mukminin mentaati Allah SWT dengan Rasul-Nya, seperti firman Allah:
$pkš‰r'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#þqãYtB#uä (#qãè‹ÏÛr& ©!$# (#qãè‹ÏÛr&ur tAqß™§9$# ’Í<'ré&ur ÍöDF{$# óOä3ZÏB ( bÎ*sù ÷Läêôãt“»uZs? ’Îû &äóÓx« çnr–Šãsù ’n<Î) «!$# ÉAqß™§9$#ur bÎ) ÷LäêYä. tbqãZÏB÷sè? «!$$Î/ ÏQöqu‹ø9$#ur ÌÅzFy$# 4 y7Ï9ºsŒ ׎öyz ß`|¡ômr&ur ¸xƒÍrù's? ÇÎÒÈ
“ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.” (Q.S. Al-Nisa’: 59)
Lafal amri artinya ialah hal atau keadaan, yang meliputi hal-hal duniawi. Dan Ulil Amri ialah para pemimpin dan penguasa (tokoh-tokoh sahabat dan para cendekiawan). Ijma’ ialah keputusan yang diambil oleh wakil-wakil rakyat yang mewakili segala lapisan rakyat untuk memperkatakan kepentingan-kepentingan mereka. Mereka itulah yng dinamakan ulil amri. Mereka diberi diberi hak oleh syariat islam untuk membikin undang-undang/ peraturan-peraturan dengan memperhatikan kepentingan rakyat.[10] maka apabila ulil amri yakin para mujtahid telah mengadakan ijma’ atas suatu hukum, maka wajib diikuti dan dilaksanakan hukum mereka berdasarkan nash al-Qur’an.
Kedua: bahwasanya suatu hukum yang telah disepakati oleh pendapat semua Mujtahid ummat islam, pada hakikatnya adalah hukum umat islam yang diperankan oleh para mujtahidnya. Ada beberapa hadist Rasul yang menunjukkan atas terpeliharanya umat dari kesalahan
“apa yang dilihat oleh umat islam sebagai baik, maka menurut allah itu juga baik”.
Hal itu tentu saja menurut kesepakatan semua mujtahid atas satu hukum mengenai suatu kejadian berdasar perbedaan pandangan mereka, karna perbedaan mereka adalah sebagai bukti atas kesatuan hak dan kebenaran (menyatukan pendapat) mereka, dan menyalahkan (menyisihkan) faktor-faktor perbedaan mereka.
Ketiga: ijma’ atas hukum syar’i itu harus disandarkan kepada tempat bersandar syar’i, karena Mujtahid islam itu mempunyai batas-batas yang tidak boleh di lampaui olehnya. Ijma’ itu berlaku untuk mencari hukum bagi suatu kejadian, maka juga bisa digunakan untuk menakwili nash dan menafsirinya, dan juga untuk illat hukum nash, serta menjelaskan keadaan yang berhubungan dengannya.
2.4 Macam-Macam Ijma’
Ijma’ memiliki dua jenis; yaitu sharih dan sukuti.
Ijma’ sharih adalah kesepakatan para mujtahid yang secara jelas terhadap sebuah hukum syar’i bagi sebuah permasalahan yang mereka hadapi. Ijma’ seperti ini menjadi hujjah yang pasti menurut penilaian mayoritas fuqaha, mereka menamakannya sebagai azimah karena ia adalah sesuatu yang asal (orisinal) dalam ijma’
Ijma’ sukuti (diam) terwujud jika sebagian mujtahid mengeluarkan pendapat atau fatwa terhadap sebuah masalah yang muncul, dan tidak ada pendapat dari mujtahid yang lain, baik berupa persetujuan atau sangkalan, para ahli ijtihad diam. Diam disini dianggap menyetujui. Ada syarat terjadinya ijma’ sukuti, yaitu berlakunya sekian waktu yang memungkinkan para mujtahid lain untuk menuangkan pendapatnya dalam masalah tersebut dan setelah ditunggu ternyata tidak ada, dan tidak pula ada kendala teknik, baik karena takut atau sungkan, serta tidak ada sinyal-sinyal ungkapan persetujuan atau penentangan dari para mujtahid yang lain. Ijma’ ini juga menjadi hujjah menurut mayoritas ulama’. Akan tetapi mereka berbeda pendapat tentang jenis hujjah-nya, ada yang mengatakan pasti dan tidak ada bedanya antara yang sharih dengan yang sukuti. Ada pula yang mengatakan zhanni karena diam bukan merupakan sesuatu yang menunjukkan setuju, bisa jadi karena takut atau sungkan.[11]
Menurut golongan hanafiyah kedua macam ijma’ tersebut adalah ijma’ yang sebenarnya. Menurut imam syafii hanya ijma’ yang pertama saja yang disebut ijma’ yang sebenarnya.
2.5. Kemungkinan Pelaksanaan Ijma’ di Era Sekarang
Ada sebagian ulama’ yang menganggap bahwa ijma’ itu tidak mungkin terjadi. Mengingat wilayah islam yang begitu luas serta tersebarnya para ulama’ di berbagai kota yang berjauhan. Suatu masalah tidak mungkin sampai kepada setiap ulama’ sehingga tidak mungkin ada kesatuan pendapat diantara mereka. Kemudian, perbedaan latar belakang kepentingan, dan tingkat kecerdasan mereka, tidak memungkinkan mereka bersepakat mengenai suatu masalah yang zhanni (tidak pasti).[12] Hal yang menguatkan bahwa ijma’ tidak mungkin diwujudkan yaitu jika ijma’ itu diwujudkan , tentu harus disandarkan kepada dalil, karena mujtahid syar’i harus menyandarkan hasil ijtihadnya kepada dalil. Dan bila dalil yang dijadikan sandaran itu qoth’i, maka diantara hal yang mustahil menurut adat, jika dalil itu disembunyikan. Dan jika berupa dalil zhonni tentu mustahil menurut kebiasaan ijma’, karena dalil zhonni tentu menjadi objek pertentangan.[13]
Imam Al-Haramain mengatakan bahwa ijma’ itu dapat saja terjadi, khususnya mengenai hal-hal penting yang disertai dengan faktor-faktor tertentu. Yang mendorong pembahasan dan terwujudnya kesepakatan itu. Misalnya, persoalan-persoalan yang mendasar dalam agama., sehingga setiap orang seolah-olah terikat dan tidak terlepas dari dirinya. Untuk masalah-masalah kecil yang kurang penting atau kurang menarikperhatian ijma’ itu tidak mudah tercapai setelah para ulama’ tersebar ke berbagai penjuru. Jadi, untuk masa sekarang tidak mudah mengatakan adanya kesepakatan tentang hal-hal yang zanni. Ijma’ telah ada sejak masa sahabat ketika tempat mereka masih belum terlalu berjauhan.[14] Jumhur ulama’ berpendapat bahwa ijma’ tidak mungkin dapat terwujudkan secara adat, apabila persoalannya diserahkan kepada masing-masing umat dan kelompok-kelompoknya. Ijma’ itu dapat terwujudkan apabila dipimpin oleh pelbagai pemerintahan islam. Jadi setiap pemerintahan islam bisa menentukan syarat-syarat yang dengan syarat-syarat itu seseorang dapat sampai ke derajat ijtihad, dan bisa memberikan izin ijtihad kepada orang yang telah memenuhi syarat-syarat tersebut.[15]
Al-syafii secara tegas mengatakan bahwa ijma’ telah banyak terjadi, khususnya mengenai kewajiban-kewajiban yang harus diketahui oleh semua orang. Ia hanya menggunakan kata ijma’ untuk masalah yang benar-benar diketahui secara luas sebagai hal yang disepakati.[16]
Ijma’ yang terjadi pada zaman sekarang ini, tidak berbeda dengan ijma’ dari keputusan musyawarah yang diambil oleh para ulama’ yang mewakili segala lapisan masyarakatnya untuk membicarakan kepentingan-kepentingan mereka. Mereka itulah yang dinamai ulil amri atau ahlul halli wal’aqdi. Mereka diberi hak oleh syariat islam untuk membuat undang-undang yang belum terdapat dalam syara’. Keputusan mereka wajib ditaati dan dijalankan selama tidak bertentangan dengan nash syariat yang jelas, tetapi kalau berlawanan dengan nash syari’at betapa dan bagaiman pun juga keputusan itu tetap batal.[17]
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dari pembahasan yang telah dikemukakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ijma’ adalah suatu dalil syara’ yang memiliki tingkat kekuatan argumentatif di bawah dalil-dalil nas (Al Quran dan hadits). Ia merupakan dalil pertama setelah Al Quran dan hadits. Yang dapat dijadikan pedoman dalam menggali hukum-hukum syara’.
Pada masa Rasulullah masih hidup, tidak pernah dikatakan ijma’ dalam menetapkan suatu hukum, karena segala permasalahan dikembalikan kepada beliau, apabila ada hal-hal yang belum jelas atau belaum diketahui hukumnya.
Adapun dari ijma’ itu sendiri harus memenuhi syarat-syarat tertentu, agar dalam kesepakatan para mujtahid dapat diterima dan dijadikan sebagai hujjah/ sumber hukum (ijma’)
Dan dari ijma’ itu sendiri terdapat beberapa macam. Diantaranya: ijma’ sharih, ijma’ sukuti. Dari dua versi itu lahirlah perbedaan-perbedaan dalam pandangan ulama’ mengenai ijma’ itu sendiri.
Seperti ijma’ sukuti misalkan, pengikut Imam Maliki dan Syafi’I memandang bahwa ijma’ sukuti sebagai hujjah bahkan tidak menganggap sebagai ijma’.
Sedangkan segolongan dari Imam Hanafi dan Imam Ahmad bin Hambal menyatakan sebaliknya.
DAFTAR PUSTAKA
Ø Bakry, Nazar, Drs. 1993. “Fiqh dan Ushul Fiqh”. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ø Hanafie, A. M.A. 1963. Ushul Fiqh. Jakarta : WIDJAYA.
Ø Hasan, Ahmad.1985. Ijma’ Ahmad Hasan . Bandung : Pustaka.
Ø Khalil, Rasyad Hasan, Dr. 2009. Tarikh Tasyri’. Jakarta: AMZAH.
Ø Khallaf, Abdul Wahab. 1989. Kaidah-kaidah Hukum Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.
Ø Nasution, Lahmuddin, Dr. 2001. Pembaruan Hukum Islam. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Rifai, Moh. Drs. 1973. Ushul Fiqh.
[1] Drs. Nazar Bakry. “Fiqh dan Ushul Fiqh”. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1993). Hal. 50-51
[2] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta : AMZAH. 2009). Hal. 154-155.
[3] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal.86
[4] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 64-66.
[5] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta : AMZAH. 2009). Hal. 158.
[6] A. Hanafie M.A. Ushul Fiqh. (Jakarta: WIDJAYA. 1963). Hal. 126.
[7] Drs. Moh Rifai. Ushul Fiqh. (Bandung: PT Al-Ma’arif. 1973). Hal. 129.
[8] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 89.
[9] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 67-70
[10] A. Hanafie M.A. Ushul Fiqh. (Jakarta: WIDJAYA. 1963). Hal. 128.
[11] Dr. Rasyad Hasan Khalil. Tarikh Tasyri’. (Jakarta : AMZAH. 2009). Hal. 156-157.
[13] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 71.
[14] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 93-94.
[15] Abdul Wahab Khallaf. Kaidah-kaidah Hukum Islam. (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 1989). Hal. 72.
[16] Dr. Lahmuddin Nasution. Pembaruan Hukum Islam. (Bandung : PT Remaja Rosdakarya. 2001). Hal. 94.
[17] Drs. Moh Rifai. Ushul Fiqh. (Bandung: PT Al-Ma’arif. 1973). Hal. 132-133.
Langganan:
Postingan (Atom)